Minggu, 05 Mei 2013

Mangan dihargai murah!

Mangan Berkualitas Dunia Itu Hanya Dihargai Rp200/KG

Ditulis pada 17-08-2011 21:27:09 WIB

By: Laurensius Molan.

Kupang (Phinisinews) - Ratusan pekerja di Blok IV kawasan tambang mangan Desa Noebesak, Kecamatan Kuatnana, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, tak peduli dengan sengatan sinar matahari timur yang membakar tubuh mereka.

Pekerja dengan tekun memilah dan mengumpulkan batu mangan dari bungkusan tanah setelah dibongkar menggunakan alat berat milik PT SoE Makmur Resource (SMR).

Perusahaan tersebut mengantongi izin tambang selama 20 tahun dari pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk menggarap kawasan mangan di wilayah Kecamatan Kuatnana itu seluas sekitar 4.500 hektare.

"Kami sudah beroperasi di sini sekitar dua tahun, namun baru mampu menggarap lima blok tambang mangan dari luasan lahan yang ada," kata Kepala Teknik Tambang PT SMR MHS Rais kepada wartawan di lokasi tambang mangan, Selasa (16/8).

Berdasarkan hasil penelitian para ahli, kata Rais, mangan di wilayah Timor Tengah Selatan dan daratan Pulau Timor bagian barat NTT yang berbentuk seperti urat dan serpihan itu, memiliki kualitas kelas dunia kedua setelah Afrika Selatan.

Bahan dasar pembuatan besi baja, batu bateray dan campuran pembuatan cat dasar itu, tidak diolah dalam bentuk barang jadi oleh perusahaan tersebut, tetapi langsung di ekspor ke China melalui Pelabuhan Tenau Kupang.

"Tiap bulan, ribuan ton batu mangan kami ekspor ke China," kata pimpinan perusahaan tersebut, Dody Wijaya ketika dihubungi melalui telepon genggamnya dari Kupang, Rabu.

Ia tidak menjelaskan secara rinci jumlah tonase mangan yang sudah diekspor ke China dan berapa besar nilai ekspor yang diperoleh perusahaan tersebut dari hasil menjual mangan.

"Saya lagi di Jakarta, sehingga tidak tahu persis data-datanya. Bapak bisa menghubungi langsung Nuni Banunaek di kantor pusat perusahaan di Desa Supul, sekitar 25 km timur SoE, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan," kata Dody Wijaya kepada ANTARA.

Nuni Banunaek, sudah berulang kali dihubungi melalui telepon genggamnya, baik melalui layanan pesan singkat (SMS) maupun kontak langsung, tetapi yang bersangkutan tidak mau membalas maupun mengangkat telpon genggamnya.

"Saya melihat ada sesuatu yang disembunyikan oleh perusahaan tersebut, karena usaha kita untuk mendapatkan informasi yang jelas dari pengelolaan batu mangan itu, selalu mengalami hambatan," kata Simon Petrus Ngili, pemimpin redaksi Harian Umum Timor Express.

ANTARA dan Timor Express serta Media Indonesia sudah mencoba untuk menghubungi langsung Nuni Banunaek saat berkunjung ke lokasi tambang, Selasa (16/8), namun yang bersangkutan menolak untuk menerima wawancara wartawan, karena sedang membuat laporan keuangan perusahaan.

"Saya sudah dekati beliau (Nuni Banunaek), tetapi beliau kelihatannya sibuk sekali untuk ditemui, karena masih membuat laporan keuangan," kata HMS Rais kepada wartawan.

Keinginan kuat dari para wartawan untuk mendapatkan data tersebut, karena mangan yang disebut-sebut berkualitas nomor dua di dunia setelah Afrika Selatan itu, hanya dihargai Rp200/kg.

Mekanisme pembelian batu mangan tersebut, menurut Rais, dibeli perusahaan dari dari pemilik lahan yang mengandung batu mangan seharga Rp400/kg.

Batu mangan yang dikumpulkan para pekerja setelah dibuldozer dengan peralatan berat milik PT SMR itu, bukan langsung dijual para pekerja ke pusahaan tersebut, tetapi melalui pemilik lahan.

"Pemilik lahan yang menjual mangan tersebut pihak perusahaan dengan harga Rp400/kg. Dari harga jual itu, kami hanya mendapat Rp200/kg," kata Danial Naat (55) yang dibenarkan pula oleh pekerja lainnya Frengky Liunima (19).

Liunima, warga Desa Noebesak yang tak sempat mengenyam pendidikan dasar dan sekolah lanjutan itu, sudah dua tahun lebih menjadi pekerja mangan di Blok IV milik Gery Banamtuan itu.

"Hasil pengumpulan mangan ini, nantinya dijual oleh Gery Banamtuan selaku pemilik lahan mangan kepada perusahaan dengan harga Rp400/kg. Kami hanya mendapat Rp200/kg dari hasil penjualan tersebut," kata Danial Naat.

Menurut Rais, pihak perusahaan memberlakukan harga jual tersebut, karena biaya operasional perusahaan dalam mengoperasikan peralatan berat untuk menggali mangan dari perut Tanah Timor, sangat mahal.

"Jika mangan itu diperoleh sendiri dengan sistem manual tanpa adanya ikatan kerja dengan perusahaan, kami menghargainya dengan Rp600/kg," kata Rais menambahkan.

Ia juga menolak untuk menjelaskan nilai ekspor serta volume ekspor mangan ke negeri China, dengan alasan bukan wewenang dan tanggungjawabkan untuk membeberkan data perusahaan.

Keterangan yang diperoleh dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) NTT menyebutkan harga mangan murni di pasaran China dan pasaran internasional mencapai sekitar Rp80.000/kg.

Ketika hal ini dikonfirmasi ke Dodi Wijaya selaku pimpinan PT SMR, malah membantahnya dan mengatakan bahwa harga mangan murni di pasaran internasional sangat fluktuatif antara 4-5 dolar AS/kg.

"Harga mangan di pasar dunia sangat ditentukan oleh kadarnya sehingga hanya berkisar antara 4-5 dolar AS/kg," kata Dodi Wijaya tanpa menjelaskan lebih jauh alasan tersebut.

Simon Petrus Ngili, pemimpin redaksi Harian Timor Ekspress menduga pihak perusahaan tidak mau membeberkan data volume ekspor serta nilai ekspor dari hasil penjualan batu mangan tersebut, karena adanya perbedaan harga yang sangat mencolok di tingkat pekerja dengan harga di pasar internasional.

Jika data ini disampaikan ke publik melalui media massa, kata Simon, dikhawatirkan bisa menimbulkan kecemasan dan aksi protes dari para pengumpul dan pemilah mangan yang bekerja di perusahaan tersebut.

"Kita memiliki kekayaan alam yang begitu luar biasa, tetapi menjualnya dengan harga yang begitu murah. Sudah saatnya pemerintah membuat regulasi yang jelas dan tegas yang pro rakyat agar tingkat kesejahteraannya bisa tergapai lewat usaha menambang mangan itu," katanya.

"Yang kaya dalam usaha ini hanya pemilik lahan dan pihak perusahaan, dan pihak perusahaan tidak terlalu merugi dengan kegiatan usaha tersebut, karena hanya memberi nilai yang begitu kecil setelah menjual mangan dengan harga yang mahal di China," tambah Simon.

Rais juga mengakui bahwa salah seorang pemilik lahan mangan di Timor Tengah Selatan, yakni Milka Faot, sudah menjadi milyuner dari hasil menjual mangan tersebut.

Produk berkualitas dunia itu di bumi Timor Tengah Selatan itu hanya menyisakan cerita pedih bagi pekerjanya.

Komoditas itu ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan para pekerja yang sebagiannya adalah anak-anak di bawah umur.

Entah sampai kapan mereka harus bergelut dengan kemiskinan ditengah kekayaan alam melimpah dan tidak transparannya pemilik lahan menyajikan harga jual mangan di pasar ekspor.
(Sumber: PhinisiNews/Ant)

0 komentar:

Posting Komentar