Slide Title 1

Aenean quis facilisis massa. Cras justo odio, scelerisque nec dignissim quis, cursus a odio. Duis ut dui vel purus aliquet tristique.

Slide Title 2

Morbi quis tellus eu turpis lacinia pharetra non eget lectus. Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia Curae; Donec.

Slide Title 3

In ornare lacus sit amet est aliquet ac tincidunt tellus semper. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Jumat, 13 Juni 2014

Model Pengembangan Standar Profesi

  • Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai individu.
  • Semakin luasnya penerapan Teknologi Informasi di berbagai bidang, telah membuka peluang yang besar bagi para tenaga profesional Tl untuk bekerja di perusahaan, instansi pemerintah atau dunia pendidikan di era globalisasi ini.
  • Secara global, baik di negara maju maupun negara berkembang, telah terjadi kekurangan tenaga professional Tl. Menurut hasil studi yang diluncurkan pada April 2001 oleh ITAA (Information Technology Association of America) dan European Information Technology Observatory, di Amerika pada tahun 2001 terbuka kesempatan 900.000 pekerjaan di bidang Tl.
1. Model dan standar profesi di ASIA dan British

Dunia Teknologi Informasi (TI) merupakan suatu industri yang berkembang dengan begitu pesatnya pada tahun-tahun terakhir ini. Ini akan terus berlangsung untuk tahun-tahun mendatang. Perkembangan industri dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi ya ng lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan, profesi berkaian dengan keahlian dan fungsi dari tiap jabatan. South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC) merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT (Information Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC dibentuk pada Februari 1978, di Singapore oleh 6 ikata n komputer dari negara-negara : Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipine, Singapore dan Thailand. SEARCC mengadakan konferensi setahun dua kali ditiap negara anggotanya secara bergiliran. Keanggotaan SEARCC bertambah, sehingga konferensi dilakukan seka li tiap tahunnya. Konferensi yang ke-15 ini, yang bernama SEARCC '96 kali ini diselenggarakan oleh Computer Society of Thailand di Thailand dari tanggal 3-8 Juli 1996.

Sri Lanka telah menjadi anggota SEARCC sejak tahun 1986, anggota lainnya adalah Austr alia, Hong Kong, India Indonesia, Malaysia, New Zealand, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Kanada. Indonesia sebagai anggota South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC) turut serta dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh SEARCC . Salah satunya adalah SRIG-PS (Special Regional Interest Group on Profesional Standardisation) , yang mencoba merumuskan standardisasi pekerjaan di dalam dunia Teknologi Informasi. Untuk keperluan tersebut.

STANDARDISASI PROFESI MODEL SRIG-PS SEARCC
SRIG-PS dibentuk karena adanya kebutuhan untuk mewujudkan dan menjaga standard profesional yang tinggi dalam dunia Teknologi Informasi, khususnya ketika sumber daya di region ini memiliki kontribusi yang penting bagi kebutuhan pengembangan TI secara global. SRIG-PS diharapkan memberikan hasil sebagai berikut :
  • Terbentuknya Kode Etik untuk profesional TI
  • Klasifikasi pekerjaan dalam bidang Teknologi Informasi
  • Panduan metoda sertifikasi dalam TI
  • Promosi dari program yang disusun oleh SRIG-PS di tiap negara anggota SEARCC
Pada pertemuan yang ke empat di Singapore, Mei 1994, tiga dari empat point tersebut hampir dituntaskan dan telah dipresentasikan pada SEARCC 1994 di Karachi. Dalam pelaksanaannya kegiatan SRIG-PS ini mendapat sponsor dari Center of International Cooperation on Computerization (CICC). Hasil kerja tersebut dapat diperoleh di Central Academy of Information Technology (CAIT), Jepang. Pelaksanaan SRIG-PS dilakukan dalam 2 phase.
  • Phase 1, hingga pertemuan di Karachi telah diselesaikan.
  • Phase 2, akan diselesaikannya panduan model SRIG-PS, phase 2 ini akan diselesaikan di SEARCC 97 yang akan diselenggarakan di New Delhi.
1.1. Pembentukan Kode Etik
Kode etik merupakan suatu dokumen yang meletakkan standard dari pelaksanaan kegiatan yang diharapkan dari anggota SEARCC. Anggota dalam dokumen ini mengacu kepada perhimpunan komputer dari negara-negara yang berbeda yang merupakan anggota SEARCC. Sebelum suatu kode etik diterima oleh SEARCC, dilakukan beberapa langkah pengembangan, yaitu :
  • Menelaah kode etik yang telah ada dari assosiasi yang sejenis, yaitu :
    • IFIP (International Federation for Information Processing)
    • ACM (Association for Computing Machinery)
    • ASOCIO (Asian Oceaniq Computer Industries Organization)
  • Menelaah kode etik yang telah ada pada asosiasi anggota SEARCC :
    • Malaysian Computer Society (Code of Profesional Conduct)
    • Australian Computer Society (Code of Conduct)
    • New Zealand Computer Society (Code of Ethics and Profesional Conduct)
    • Singapore Computer Society (Profesional Code of Conduct)
    • Computer Society of India (Code of Ethics of IT Profesional)
    • Philipine Computer Society Code of Ethics)
    • Hong Kong Computer Society (Code of Conduct)
  • Mengembangkan draft dari model
  • Model tersebut ditelaah dan diselesaikan oleh anggota SRIG-PS
  • EXCO-SEARCC menyetujui kode etik tersebut.
Kode etik tersebut memiliki suatu kerangka kerja yang akan menentukan pengimplementasian kode etik tersebut yaitu :
  • Pelaksanaan umum
  • Dalam relasinya dengan SEARCC
  • Dalam relasinya dengan anggoa lain dari SEARCC.
Kode Etik SEARCC ini dapat digunakan untuk menyusun kode etik bagi suatu himpunan di negara anggota. Dengan mengacu kepada kode etik dan menyesuaikan dengan kondisi dan dasar hukum di Indonesia, diharapkan IPKIN dapat menyusun suatu kode etik untuk profesi teknologi Informasi di Indonesia.


1.2. Klasifikasi Job
Klasikasi Job secara regional merupakan suatu pendekatan kualitatif untuk menjabarkan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat tertentu. Sebelum diterimanya suatu model klasifikasi pekerjaan dilakukan analisis terhadap model yang telah dipakai pada beberapa negara misal : Malaysia, Singapore, Hong Kong dan Jepang. Kemudian dijabarkan suatu kriteria yang dapat diterima untuk menjadi model regional. Proses identifikasi kemudian dilakukan untuk mengetahui klasifikasi pekerjaan yang dapat diterima di region tersebut. Kemudian dilakukan pendefinisian fungsi, output, pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk setiap tingkatan dari pekerjaan tersebut. Proses ini telah dilaksanakan pada SRIG-PS Meeting di Hong Kong 3-5 Oktober 1995.

Pada umumnya terdapat dua pendekatan dalam melakukan klasifikasi pekerjaan ini yaitu :
  • Model yang berbasiskan industri atau bisnis. Pada model ini pembagian pekerjaan diidentifikasikan oleh pengelompokan kerja di berbagai sektor di industri Teknologi Informasi. Model ini digunakan oleh Singapore dan Malaysia
  • Model yang berbasiskan siklus pengembangan sistem. Pada model ini pengelompokkan dilakukan berdasarkan tugas yang dilakukan pada saat pengembangan suatu sistem. Model pendekatan ini digunakan oleh Japan.

Beberapa kriteria menjadi pertimbangan dalam mengembangkan klasifikasi job ini yaitu :
  • Cross Country, cross-enterprise applicability, Ini berarti bahwa job yang diidentifikasi tersebut harus relevan dengan kondisi region dan setiap negara pada region tersebut, serta memiliki kesamaan pemahaman atas fungsi setiap pekerjaan.
  • Function oriented bukan tittle oriented, Titel yang diberikan dapat berbeda, tetapi yang penting fungsi yang diberikan sama. Titel dapat berbeda pada negara yang berbeda.
  • Testable/certifiable, Fungsi yang didefinisikan dapat diukur/diuji
  • Harus applicable. Fungsi yang didefinisikan harus dapat diterapkan pada mayoritas Profesional TI pada region ini.

Model SRIG-PS – SEARCC


Gambar 1.Model regional yang direkomendasikan

Model SEARCC untuk pembagian job dalam lingkungan TI merupakan model 2 dimensi yang mepertimbangkan jenis pekerjaan dan tingkat keahlian ataupun tingkat pengetahuan yang dibutuhkan. Model sel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.


Gambar 2. Pembagian Job menurut Model SRIG-PS (SEARCC)


Jenis pekerjaan meliputi :
  • Programmer (Pemrogram)
  • System Analyst (Analis Sistem)
  • Project Manager (Manajer Proyek)
  • Instructor (Instruktur)
  • Specialist yang terdiri dari :
    • Data Communication
    • Database
    • Security
    • Quality Assurances
    • IS Audit
    • System Software Support
    • Distributed System
    • System Integration
Setiap jenis pekerjaan kecuali spesialis memiliki 3 tingkatan yaitu :
  • Supervised (terbimbing). Tingkatan awal dengan 0-2 tahun pengalaman, membutuhkan pengawasan dan petunjuk dalam pelaksanaan tugasnya.
  • Moderately supervised (madya). Tugas kecil dapat dikerjakan oleh mereka tetapi tetap membutuhkan bimbingan untuk tugas yang lebih besar, 3-5 tahun pengalaman
  • Independent/Managing (mandiri). Memulai tugas, tidak membutuhkan bimbingan dalam pelaksanaan tugas.
Setiap sel klasifikasi job tersebut dijabarkan dalam dokumen SRIG-PS yang telah diterbitkan pada tahun 1996. Penjabaran tersebut meliput :
  • Fungsi jenis pekerjaan tersebut
  • Output pekerjaan tersebut
  • Pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut
    Untuk menganalisis terhadap model yang telah ada dilakukan pemetaan model-model tersebut terhadap model SRIG-PS. Setiap model memiliki metode deskriptif yang berbeda, misal model SEARCC mendefinisikan job klasifikasi beserta deskripsinya. Model Association for Computing Machinery (ACM) terlalu berorientasi ke hardware sehinggga kurang cocok untuk profesi Teknologi Informasi. Model British Computer Society (BCS) adalah suatu model yang komprehensif, tetap berlangsung dan mudah dipahami. Tetapi bukanlah suatu sistem sertifikasi, tetapi suatu model untuk acuan program pengembangan profesi. Model Japan Information Technology Engineer Examination (JITEE) adalah komprehensif, tetapi tidak ada yang tertulis dalam bahasa Inggris. Berdasarkan kemungkinan yang tercocok pemetaan dilakukan terhadap model BCS, dan Japan IT Engineer Model.

    Berbagai standar kompetensi tenaga telematika (atau spesialis TI) telah banyak di"release" oleh berbagai organisasi profesi TI (IEEE, ACM, Asosiasi Masyarakat Informasi dsb.). Secara umum, terdapat tiga lapisan bidang TI: i) lapisan spesialis, ii) operational professionals, dan iii) strategic professionals.
    Lapisan pertama (spesialis) meliputi 6 golongan karakteristik profil (software developer, Technician, solution developer, coordinator, adviser dan administrator) dengan keseluruhan 29 profil profesi. Lapisan kedua terdiri dari 4 profil profesi (IT Engineer, IT Manager, IT Consultant dan IT Commercial Manager) . Lapisan ketiga terdiri dari 2 profil profesi (IT System Engineer dan IT Bussiness Engineer)

    Dari standar yang ada, hal yang menarik adalah acauan apa yang digunakan dalam pengembangan kompetensi. Salah satu acuan, seperti yang sekarang berkembang di negara-negara Eropa, adalah dengan memperhatikan sistmatika profil spesialis dalam proses pengembangan teknologi informasi (singkatnya dalam proses TI) itu sendiri. Proses ini terkait dengan proses kerja (work process) para spesialis baik di suatu perusahaan maupun di suatu organisasi. Dengan kata lain, pengembangan kompetensi akan lebih cenderung berorientasi pada proses kerja.
    Proses kerja yang khas, aktivitas yang khas dan tugas spesifik dari bidang TI dan bidang aplikasi TI yang terkait mencirikan spesialis. Penggolongannya pada proses TI secara umum menjelaskan kemiripan, keterkaitan (overlapping), dan batas antar profil. Sehingga baik bagi perusahaan dan organisasi maupun bagi tenaga TI itu sendiri, identifikasi dan pemilihan profil spesialis yang tepat menjadi mungkin.
    Model British Computer Society (BCS)
    Untuk model BCS pekerjaan diklasifikasikan dalam tingkatan sebagai berikut :
    • Level 0 . Unskilled Entry
    • Level 1 . Standard Entry
    • Level 2 . Initially Trainded Practitioner
    • Level 3 . Trained Practitioner
    • Level 4 . Fully Skilled Practitioner
    • Level 5 . Experienced Practitioner/Manager
    • Level 6 . Specialist Practitioner/Manager
    • Level 7 . Senior Specialist/Manager
    • Level 8 . Principal Specialist/Experienced Manager
    • Level 9 . Senior Manager/Director
    Setiap sel dari model BCS/ISM ditentukan berdasarkan :
    • Latar belakang akademik
    • Pengalaman dan tingkatan keahlian
    • Tugas dan atribut
    • Pelatihan yang dibutuhkan.
    Pemetaan model SEARCC dengan model BCS untuk pembagian kerja dapat dilihat pada gambar berikut ini :

    Gambar .3. Pemetaan terhadap model BCS

    Model Japan IT Engineer

    Model JITEE mendefinisikan setiap cell berdasarkan :
    • Fungsi
    • Pengalaman
    • Pengetahuan, keahlian dan kemampuan.


    Gambar 4. Klasifikasi Pekerjaan Model JITEE


    Pembagian kerja digambarkan sebagai berikut :



    Gambar 5. Pembagian kerja menurut JITEE


    Sedangkan untuk spesialis dapat digambarkan sebagai berikut :


    Gambar 6. Pemetaan untuk spesialis terhadap model JITEE
    Model Klasifikasi Pekerjaan TI di Singapore


    Gambar 7. Model Singapore untuk Klasifikasi Pekerjaan

    Pada model Singapore juga dilakukan pembagian berdasarkan tingkatan senioritas. Misal pada System development dibagi menjadi :
    • Programmer
    • Analyst/Programmer
    • Senior Analyst/Programmer
    • Principal Analyst/Programmer
    • System Analyst
    • Senior System Analyst
    • Principal System Analyst
    • Development Manager

    Model Malaysia


    Gambar 8. Model Klasifikasi Pekerjaan Malaysia

    • Model Malaysia ini mirip dengan model Singapore, juga membedakan posisi pekerjaan pada berbagai sektor bisnis. Tetapi berbeda dalam melakukan ranking senioritas, misal untuk System Development
    • Programmer
    • System Analyst/Designer
    • System Development Executive
    Model Singapore dan Malaysia memiliki banyak kesamaan dan dapat diintegrasi, dengan pembagian sebagai berikuti :
    • System Development
    • Computer Operations
    • Sales, Marketing and Services
    • Education and Trainings
    • Research and Developments
    • Spesialist Support
    • Consultancy

      Referensi :

Rabu, 07 Mei 2014

CYBER LAW

Pengertian Cyber Law



Cyber Law ialah sebuah aturan yang berbentuk hukum yang di buat khusus untuk dunia digital atau internet. Dengan makin banyak dan berkembangnya tindak kriminal dan kejahatan yang ada di dunia internet, maka mau tidak mau hukum dan aturan tersebut harus di buat. Cyber law sendiri ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet.

Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.
Tujuan Cyber Law
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.

Ruang Lingkup Cyber Law
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau aspek hukum dari:
  • E-Commerce,
  • Trademark/Domain Names,
  • Privacy and Security on the Internet,
  • Copyright,
  • Defamation,
  • Content Regulation,
  • Disptle Settlement, dan sebagainya.

Topik-topik Cyber Law

Secara garis besar ada lima topik dari cyberlaw di setiap negara yaitu:

  • Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
  • On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
  • Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
  • Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
  • Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
Komponen-komponen Cyberlaw

1. Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu;

2. Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;

3. Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;

4. Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari
sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;

5. Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;

6. Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;

7. Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet
sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
Asas-Asas Cyber Law

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :

1. Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.

2. Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.

3. nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.

4. passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.

5. protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,

6. Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”.

CYBERLAW DI INDONESIA

Sejak satu dekade terakhir Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyberlaw telah mulai diterapkan dengan baik di Indonesia.

Inisiatif untuk membuat“cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Pasal dalam Undang-undang ITE

Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di Indonesia berangkat dari mulai banyaknya ransaksi-transaksi perdagangan yang terjadi lewat dunia maya. Atas transaksi-transaksi tersebut, sudah sewajarnya konsumen, terutama konsumen akhir (end-user) diberikan perlindungan hukum yang kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang dilakukan di dunia maya sangat rawan penipuan.

Dan dalam perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalam agenda DPR sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahan disana-sini, termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelarangan penayangan content yang memuat unsur-unsur pornografi, pelanggaran kesusilaan, pencemaran nama baik, penghinaan dan lain sebagainya.

Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger, pasal-pasal yang mengatur larangan-larangan tertentu di dunia maya, yang bisa saja dilakukan oleh seorang blogger tanpa dia sadari. Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta Pasal 45 ayat (1) dan (2).

Pasal 27 ayat (1)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Pasal 27 ayat (3)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 28 ayat (2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal Pencemaran Nama Baik

Selain pasal pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE tersebut di atas, Kitab-Kitab Undang Hukum Pidana juga mengatur tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal-pasal pidana mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik ini memang sudah lama menjadi momok dalam dunia hukum. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 310 dan 311 KUHP.

Pasal 310 KUHP :

(1)Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan……..”

(2)Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum,maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan…”

(3)Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.

Pasal 311 KUHP: “(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bettentangan dengan apa yang diketahui, maka da diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”

Sumber: