Minggu, 16 Juni 2013

TANGGAPAN STUDI KASUS INDUSTRI DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN



 


Studi Kasus:

Pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan banyak terjadi di Indonesia. Salah satu masalah pencemaran lingkungan yang hingga kini belum selesai permasalahannya adalah bencana lumpur lapindo. Pencemaran ini dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 29 Mei 2006. Selama tiga bulan Lapindo Brantas Inc, yang merupakan anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk, melakukan pengeboran vertikal untuk mencapai formasi geologi yang disebut Kujung pada kedalaman 10.300 kaki. Sampai semburan lumpur pertama itu, yang dalam dunia perminyakan dan gas disebut blow out, telah dicapai kedalaman 9.297 kaki (sekitar 3,5 kilometer). Kedalaman ini dicapai pukul 13.00 dua hari sebelum blow out. Sesuai kelaziman pada pengeboran di kedalaman tersebut, lumpur berat masuk pada lapisan, disebut loss, yang memungkinkan terjadinya tekanan tinggi dari dalam sumur ke atas atau kick, antisipasinya menarik pipa untuk memasukkan casing yang merupakan pengaman sumur. Penarikan pipa hingga 4.241 kaki, pada 28 Mei, terjadi kick. Penanggulangan ini adalah dengan penyuntikan lumpur ke dalam sumur. Ternyata bor macet pada 3.580 kaki, dan upaya pengamanan lain dengan disuntikan semen. Bahkan pada hari itu dilakukan fish, yakni pemutusan mata bor dari pipa dengan diledakan. Peristiwa yang terjadi adalah semburan gas dan lumpur pada subuh esok harinya.

Tanggapan:

Kasus mengenai lumpur lapindo ini sangat memilukan karena sudah bertahun-tahun tidak ada hasil yang lebih baik untuk menyelesaikannya. Semua kembali ke pemerintahan Negara ini, karena sudah jelas ini melanggar undang-undang industri. Pemerintah harus tegas mengambil keputusan dan memilih orang-orang ahli dalam penelitian untuk memberhentikan lumpur ini, atau memanfaatkannya ke hal lebih baik. Pemerintah perlu mengevaluasi semua kegiatan perindustrian di Indonesia tidak hanya sekedar meminta pajak, tetapi tahu benar mendukung perindustrian dan melindungi alam di sekitarnya.

TANGGAPAN STUDI KASUS ILMU TEKNOLOGI DAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN





Studi Kasus:

Selama beberapa tahun terakhir ini perkembangan teknologi informasi (TI) semakin maju sejalan dengan kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Pengenalan terhadap perangkat teknologi pun seharusnya sudah dilakukan sejak dini agar tidak “gaptek” atau gagap teknologi di era globalisasi yang semakin berkembang apalagi di Indonesia. “Anak-anak Indonesia seharusnya sudah dikenalkan pada teknologi itu sejak pre-school. Sekitar usia empat tahun.”ujar Tika Bisono, dalam acara memanfaatkan perangkat teknologi untuk Pengembangan Kreativitas Anak, di Kidzania, Jakarta, Selasa (19/2).

Menurut Tika Bisono, penggunaan teknologi informasi yang semakin canggih pada anak-anak, seharusnya mendapat pendampingan dari orang tua. “Orangtua dapat mengarahkan anak-anak dalam penggunaan perangkat-perangkat teknologi tersebut, sehingga penggunaannya tidak melewati batas-batasnya. Menurut hasil penelitian lembaga riset pasar ritel dan konsumen global, NPD Group yang berkedudukan di New York, Amerika Serikat, pada pertengahan 2007, anak-anak usia empat sampai lima tahun yang berada di Amerika Serikat, paling sering menggunakan perangkat teknologi komputer. Walaupun penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat namun hasilnya bisa menjadi sebuah rujukan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan meningkatnya fenomena anak-anak yang akrab dengan dunia TI. Tika mengungkapkan saat ini anak-anak kelas menengah keatas di Indonesia memiliki kemampuan yang tinggi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), karena memiliki akses yang memadai. “Ini seharusnya menjadi sorotan pemerintah. Bagaimana anak-anak menengah ke bawah pun bisa memiliki akses untuk tahu tentang kemajuan teknologi,” tambah Tika

Tanggapan:
Perkembangan teknologi memang bisa berdampak baik dalam pengetahuan seseorang, baik anak kecil sampai orang dewasa tetapi teknologi akan berdampak maksimal bila penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya, Jika kita melihat seorang anak kecil bila dengan bebas menggunakan teknologi seperti komputer maka akan kehilangan arti dari pemenuhan manfaat pada perkembangan anak itu. Otak anak itu tidak akan bekerja maksimal bila dalam pertumbuhannya hanya mengandalkan computer, karena yang kita tahu anak-anak usia belasan tahun lebih baik menggerakkan otak nya dengan permainan anak seusianya dan lebih ke interaksi sesamanya. Saya kurang setuju bila anak-anak sudah diberikan kebebasan dalam menggunakan computer dan jejaring social. Pada penduduk pemukiman terpencil perlu diberikan perhatian khusus jangan sampai tertingggal dengan pusat kota. Pengetahuan tentang computer harus diberikan tetap pada kebutuhan yang ada.